PPh 21 atas Natura dan Kenikmatan Fasilitas Nontunai, Dampak Terhadap Daya Beli Karyawan
Cari Kabar – Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) 21 atas natura dan kenikmatan fasilitas nontunai yang diterima oleh karyawan dari perusahaan mulai tahun ini diperkirakan akan berdampak pada daya beli dan konsumsi para karyawan.
Menurut Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono, penerapan pajak natura akan melemahkan daya beli karyawan karena gaji bersih yang mereka terima akan berkurang, kecuali terdapat negosiasi ulang antara karyawan dan perusahaan mengenai pemotongan PPh dan penanggung pajak.
Dia memberikan contoh tentang Tuan X, seorang manajer di PT Y, yang menerima gaji sebesar Rp20 juta per bulan dengan fasilitas kendaraan dan rumah dinas yang masing-masing disewa seharga Rp5 juta per bulan.
Sebelum penerapan aturan pajak natura, dengan asumsi tarif PPh sebesar 10 persen, PPh yang ditanggung oleh Tuan X adalah sebesar Rp2 juta (2 persen dari Rp20 juta), sehingga gaji bersih yang diterima Tuan X adalah sebesar Rp18 juta.
Namun, dengan aturan pajak natura baru, PPh yang ditanggung oleh Tuan X menjadi sebesar Rp3 juta, hasil dari tarif PPh 10 persen yang dikalikan dengan gaji Rp20 juta dan ditambah fasilitas kendaraan dan rumah dinas yang masing-masing sebesar Rp5 juta per bulan. Akibatnya, gaji bersih Tuan X menjadi sebesar Rp17 juta.
“Berdasarkan contoh di atas, dengan penurunan gaji bersih karyawan karena mereka harus menanggung pajak, daya beli mereka akan menurun,” ungkap Prianto kepada Bisnis.
Namun, Direktur Eksekutif MUC Tax Research, Wahyu Nuryanto, memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, pemberlakuan pajak natura tidak akan melemahkan daya beli karyawan.
Wahyu menjelaskan bahwa hal ini disebabkan karena pemerintah telah menetapkan jenis dan batasan tertentu untuk natura yang tidak dikenakan PPh. Beberapa jenis natura seperti komputer, laptop, telepon seluler beserta pulsa dan internet yang digunakan untuk pekerjaan tidak dikenakan pajak.
Hal yang sama berlaku untuk fasilitas kenikmatan seperti makanan dan minuman, bingkisan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas kendaraan. Jika fasilitas-fasilitas tersebut memenuhi batasan yang diatur dalam kebijakan, maka tidak akan menjadi objek pajak bagi penerima.
Aturan terkait pajak natura mulai berlaku sejak 1 Juli 2023 seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 66/2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang diterima dalam bentuk Natura dan Kenikmatan.
Meskipun terdapat pandangan yang berbeda mengenai dampak pajak natura terhadap daya beli karyawan, penting bagi perusahaan dan karyawan untuk melakukan negosiasi yang baik dan mencari solusi terbaik agar pemotongan PPh tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap penghasilan karyawan dan tetap menjaga keseimbangan daya beli mereka.
Sumber : bisnis.com